Arema Indonesia (dahulu, Arema FC dan Arema Malang) adalah sebuah klub sepak bola yang bermarkas di Malang, Jawa Timur, Indonesia. Arema didirikan pada tanggal 11 Agustus 1987, Arema mempunyai julukan "Singo Edan" . Mereka bermain di Stadion Kanjuruhan dan Stadion Gajayana. Arema adalah tim sekota dari Persema Malang. Di musim 2010-11, di acara launching sempat menggunakan nama Arema FC, namun dua hari kemudian kembali lagi ke nama Arema Indonesia.


Sejak hadir di persepak bolaan nasional, Arema telah menjadi ikon dari warga Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, Kota Batu) dan sekitarnya. Sebagai perwujudan dari simbol Arema, hampir di setiap sudut kota hingga gang-gang kecil terdapat patung dan gambar singa.  Kelompok suporter mereka dipanggil Aremania dan Aremanita (untuk pendukung wanita)


Nama Arema pada masa Kerajaan
Nama Arema adalah legenda Malang. Adalah Kidung Harsawijaya yang pertama kali mencatat nama tersebut, yaitu kisah tentang Patih Kebo Arema di kala Singosari diperintah Raja Kertanegara. Prestasi Kebo Arema gilang gemilang. Ia mematahkan pemberontakan Kelana Bhayangkara seperti ditulis dalam Kidung Panji Wijayakrama hingga seluruh pemberontak hancur seperti daun dimakan ulat. Demikian pula pemberontakan Cayaraja seperti ditulis kitab Negarakretagama. Kebo Arema pula yang menjadi penyangga politik ekspansif Kertanegara. Bersama Mahisa Anengah, Kebo Arema menaklukkan Kerajaan Pamalayu yang berpusat di Jambi. Kemudian bisa menguasai Selat Malaka. Sejarah heroik Kebo Arema memang tenggelam. Buku-buku sejarah hanya mencatat Kertanegara sebagai raja terbesar Singosari, yang pusat pemerintahannya dekat Kota Malang.


Nama Arema di dekade '80-an
Sampai akhirnya pada dekade 1980-an muncul kembali nama Arema. Tidak tahu persis, apakah nama itu menapak tilas dari kebesaran Kebo Arema. Yang pasti, Arema merupakan penunjuk sebuah komunitas asal Malang. Arema adalah akronim dari Arek Malang. Arema kemudian menjelma menjadi semacam "subkultur" dengan identitas, simbol dan karakter bagi masyarakat Malang. Diyakini, Arek Malang membangun reputasi dan eksistensinya di antaranya melalui musik rock dan olahraga. Selain tinju, sepak bola adalah olahraga yang menjadi jalan bagi arek malang menunjukkan reputasinya. Sehingga kelahiran tim sepak bola Arema adalah sebuah keniscayaan.

Awal mula berdirinya PS Arema
(Arema Football Club/Persatuan Sepak Bola Arema nama resminya) lahir pada tanggal 11 Agustus 1987, dengan semangat mengembangkan persepak bolaan di Malang. Pada masa itu, tim asal Malang lainnya Persema Malang bagai sebuah magnet bagi arek Malang. Stadion Gajayana –home base klub pemerintah itu– selalu disesaki penonton. Dimana posisi Arema waktu itu? Yang pasti, klub itu belum mengejawantah sebagai sebuah komunitas sepak bola. Ia masih jadi sebuah “utopia”.

Adalah Acub Zaenal mantan Gubernur Irian Jaya ke-3 dan mantan pengurus PSSI periode 80-an yang kali pertama punya andil menelurkan pemikiran membentuk klub Galatama di kota Malang setelah sebelumnya membangun klub Perkesa 78. Jasa “Sang Jenderal” tidak terlepas dari peran Ovan Tobing, humas Persema saat itu. “Saya masih ingat, waktu itu Pak Acub Zainal saya undang ke Stadion Gajayana ketika Persema lawan Perseden Denpasar,” ujar Ovan. Melihat penonon membludak, Acub yang kala itu menjadi Administratur Galatama lantas mencetuskan keinginan mendirikan klub galatama. “You bikin saja (klub) Galatama di Malang,” kata Ovan menirukan ucapan Acub.

Beberapa hari setelah itu, Ir Lucky Acub Zaenal –putra Mayjen TNI (purn) Acub Zaenal– mendatangi Ovan di rumahnya, Jl. Gajahmada 15. Ia diantar Dice Dirgantara yang sebelumnya sudah kenal dengan dirinya. “Waktu itu Lucky masih suka tinju dan otomotif,” katanya. Dari pembicaraan itu, Ovan menegaskan kalau dirinya tidak punya dana untuk membentuk klub galatama. “Saya hanya punya pemain,” ujarnya. Maka dipertemukanlah Lucky dengan Dirk “Derek” Sutrisno (Alm), pendiri klub Armada ‘86.

Berkat hubungan baik antara Dirk dengan wartawan olahraga di Malang, khususnya sepakbola, maka SIWO PWI Malang mengadakan seminar sehari untuk melihat "sudah saatnyakah Kota Malang memiliki klub Galatama?" Drs. Heruyogi sebagai Ketua SIWO dan Drs. Bambang Bes (Sekretaris SIWO) menggelar seminar itu di Balai Wartawan Jl. Raya Langsep Kota Malang. Temanya "Klub Galatama dan Kota Malang", dengan nara sumber al; Bp. Acub Zainal (Administratur Galatama), dari Pengda PSSI Jatim, Komda PSSI Kota Malang, Dr. Ubud Salim, MA. Acara itu dibuka Bp Walikota Tom Uripan (Alm). Hasil atau rekomendasi yang didapatkan dari seminar: Kota Malang dinilai sudah layak memiliki sebuah klub Galatana yang professional.

Harus diakui, awal berdirinya Arema tidak lepas dari peran besar Derek dengan Armada 86-nya. Nama Arema awalnya adalah Aremada-gabungan dari Armada dan Arema. Namun nama itu tidak bisa langgeng. Beberapa bulan kemudian diganti menjadi Arema`86. Sayang, upaya Derek untuk mempertahankan klub Galatama Arema`86 banyak mengalami hambatan, bahkan tim yang diharapkan mampu berkiprah di kancah Galatama VIII itu mulai terseok-seok karena dihimpit kesulitan dana.

Dari sinilah, Acub Zaenal dan Lucky lantas mengambil alih dan berusaha menyelamatkan Arema`86 supaya tetap survive. Setelah diambil alih, nama Arema`86 akhirnya diubah menjadi Arema dan ditetapkan pula berdirinya Arema Galatama pada 11 Agustus 1987 sesuai dengan akte notaris Pramu Haryono SH–almarhum–No 58. “Penetapan tanggal 11 Agustus 1987 itu, seperti air mengalir begitu saja, tidak berdasar penetapan (pilihan) secara khusus,” ujar Ovan mengisahkan.

Hanya saja, kata Ovan, dari pendirian bulan Agustus itulah kemudian simbol Singo (Singa) muncul. "Agustus itu kan Leo atau Singo (sesuai dengan horoscop),"imbuh Ovan. Dari sinilah kemudian, Lucky dan, Ovan mulai mengotak-atik segala persiapan untuk mewujudkan obsesi berdirinya klub Galatama kebanggaan Malang.
Menjadi seorang supporter sejati mungkin adalah hal yang biasa atau ngga terlalu istimewa untuk sebagian orang yang hanya sekedar tau tentang bola, tok’ . ngga lebih dan ngga kurang. Bahkan, kalau ngeliat ada yang sangat respect terhadap tim kesayangannya, pasti di anggap berlebihan atau aneh dan semacamnya. Padahal mereka nggak tau, rasa bangganya, hawa euvorianya. Dan hal istimewa lainnya ketika kita benar-benar menjadi supporter sejati sebuah tim sepak bola. Seperti yang gue rasain selama mengenal Arema dan tentu Aremania/nita lainnya.

Yap, banyak hal baru yang gue rasain ketika semakin lama semakin dalam mengenal tim singo edan ini. Dan semua hal-hal baru itu membuat gue semakin dan makin cinta terhadap Arema.


Harapanku Adalah Menonton Arema Secara Langsung
Rasa cinta ini berubah menjadi fanatic, sedikit berbagi cerita. Tentang beberapa pertandingan Arema yang akhir-akhir ini selalu jatuh pada hari dan jam kerja, ternyata itu membuat gue kalang kabut atau bisa di bilang jadi galau. Rasanya buat kerja pun ngga tenang. Karena satu hal, takut melewatkan satu detik pun perjuangan para punggawa Arema di lapangan hijau, takut ngga bisa liat semangatnya nawak-nawak di malang, yang walaupun hujan deras, walau panas membara tetapi tetap datang ke kanjuruhan dan selalu siap untuk membirukan kanjuruhan. Dan setiap gue liat kanjuruhan yang penuh sesak dengan Aremania/nita, hati gue selalu lagi-lagi maksa pengen ada di sana.

Tapi balik lagi, gue di Bogor, bukan di malang. Gue di kota yang mungkin bisa ke itung Aremania/nita nya. Atau walaupun banyak, kami terpencar jauh. Selain itu Gue juga tinggal di kota yang mayoritas mendukung si ‘Hijau’ dan si ‘Biru’ lainnya. Dan tentu bukan hal yang mudah untuk gue, atau mungkin nawak-nawak yang tinggal di Zona bahaya untuk tetap terus mempertahankan rasa cintanya kepada Arema di kota yang sangat frontal terhadap tim singo edan.

Dan karena itu semua, tentu aja membuat gue semakin sulit, bahkan untuk bisa tetap nonton Arema bertanding, entah untuk keberapa kalinya gue selalu izin untuk pulang duluan dengan berbagai alasan yang terkadang membuat gue tertawa sendiri. Karena semua alasan yang gue buat tentu aja ngga sepenuhnya benar, tapi gue ngga peduli. ‘Yang penting bisa nonton!’

*maaf ya bos..*

Terkadang gue merasa senang kalau ketemu nawak Aremania/nita di kota Bogor. Ngga tau kenapa kok rasanya seperti bertemu saudara sendiri. Dan semakin lama gue semakin yakin, rasa persaudaraan itu muncul karena satu selogan yang ngga asing lagi untuk di dengar  yaitu: “SALAM SATU JIWA!” yang lama-lama menjadi terdengar seperti sebuah salam yang wajib setelah “asalamu’alaikum” yang tanpa sadar makin mempererat kepercayaan kita terhadap Arema.

Rasa ini mulai muncul ketika gue nemuin salah satu warung bakso sederhana yang dengan beraninya memasang spanduk besar-besaran bertuliskan “BAKSO AREMA” di depan warungnya. Sebenarnya ngga ada yang istimewa dari tatanan warung bakso tersebut, hanya gerobak biru dan beberapa meja yang di saungi oleh tenda berwarna biru juga. Justru yang bikin gue tertarik dari warung bakso ini adalah tempat di mana dia berjualan. Yaitu persis di sebelah outlet si ‘Hijau’ dan si ‘Biru’ yang lain itu.

Tentu aja ini sangat menarik pandangan mata warga sekitar situ yang mayoritas ‘Hijau dan Biru yang lain’. Kadang mereka kesal, dan sering bilang, “hei ini JAWA BARAT kang!, lo tinggal di mana dukung kok ke tim sana yang jauh banget sama khas sunda”. Atau mereka sering bilang, “Indonesia itu bukan milik Arema, yang bilang Indonesia itu milik Arema cuman orang yang ngga sekolah”. padalah kalau mereka mau mencermati, atau mungkin mengingat pelajaran bahasa Indonesia waktu jaman kita berseragam dulu, arti dari kata AREMA INDONESIA adalah termasuk dalam sebuah majas, yaitu majas pras pro toto. Pras pro toto sendiri mempunyai arti yaitu majas yang di gunakan sebagian unsur atau objek untuk menunjukan keseluruhan objek. Itu berati, arti dari sebutan AREMA INDONESIA adalah Arema di miliki oleh seluruh rakyat Indonesia, bukan Indonesia yang di miliki oleh Arema. Arema sendiri adalah sebuah nama yang mewakili seluruh punggawa di dalamnya, termasuk Aremania dan Aremanita itu sendiri. Seharusnya mereka dapat mengerti hal itu, tapi gue ngga ngerti kadang hal seperti itu juga di besar-besarkan oleh mereka yang mungkin belum paham. Atau mungkin cenderung ikut-ikutan.

Kata-kata seperti itu juga sebenernya ngga asing di tujukan ke gue, bahkan sering kali gue di bilang pengkhianat. Atau bahkan ada yang terang-terangan bilang kalau gue terlihat menjijikan dan alay karena fanatic dengan Arema. dan respon gue? diem aja deh. udah bebal juga sama hal begitu. Toh ngga ada peraturannya juga kalau kita tinggal di suatu daerah tertentu harus mendukung tim daerah itu juga. Itu hak kita. benarkan Aremania/nita korwil?

Akhir cerita gue, gue cuman mau bilang, mungkin semua yang gue dan Aremania/nita korwil rasain, perjuangan yang kami lakukan ngga sebanding sama dua Aremania ketika tragedi Madiun yang terjadi pada tanggal 10 April 2005. Ah, tentu jauh. Pengabdian mereka untuk Arema benar-benar loyalitas tanpa batas. Hingga harus mengorbankan nyawanya sendiri. Sam Abdul Rochiem dan mat Togel, dua sosok yang jujur sebenarnya ngga gue kenal, tapi kisahnya membuat gue merinding terharu. Salut! Salut !! semoga tragedi tersebut bisa menjadi sebuah pembelajaran buat kita yang masih di beri kesempatan oleh Tuhan untuk tetap bisa berdiri tegak menyerukan semangat untuk Arema. dan semoga, kita yang mengaku benar-benar cinta terhadap Arema bisa terus belajar untuk menyingkirkan yel-yel yang tidak enak di dengar, karena gue yakin kalau kita punya seruan-seruan yang lebih indah selain harus menyebutkan tim yang frontal itu. setuju?

Dan akhir kata, ngga bosen-bosennya gue untuk bilang, SAVE AREMA dan SALAM SATU JIWA !

0 komentar:

Posting Komentar

About this blog